UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP
2011/2012
MATA KULIAH TEORI DAN
APLIKASI SASTRA
A.
TEORI PSIKOLOGI SASTRA ( TPS )
1.
Historisitas ( TPS )
Sejak zaman Yunani Kuno, sudah banyak yang menaruh perhatian terhadap
kebesaran para ahli pikir dan pujangga waktu itu. banyak di antaranya yang
menghubungkan, bahwa yang dialami para pujangga itu adalah keadaan antara
neurotik dan psikosis. Konon, tokoh yang pertama memperkenalkan dasar
pendekatan psikologi ini adalah Aristoteles (384-322 SM). Kendati ia lebih
dikenal sebagai filsuf dan tokoh formalisme, dalam karya Poetica-nya,
Aristoteles telah memakai istilah katharsis untuk menggambarkan luapan emosi
pengarang yang terungkapkan dalam karyanya. Gejala psikis ini yang lalu dipakai
salah satu penyelidikan psikologis sastra. Pada abad ke-3, Dyonisius Cassius
Longinus (210-273 M), dalam karyanya On The Sublime, juga memuat konsep-konsep
dasar psikologi pengarang. Menurutnya, hasil cipta pengarang dapat
membangkitkan emosi-emosi pendengar atau pembacanya. Pendapat ini diperkuat
pula oleh Sir Philip Sidney (1554-1588). Kritikus Inggris ini, lewat karyanya,
Apologie For Poetrie ‘Pembelaan Puisi’ (Defence of Poesie), menyatakan bahwa
karya sastra (puisi) dapat membangkitkan dan memberi kepuasan emosional bagi
pembaca. Samuel T. Coleridge (1772-1854) dalam uraiannya tentang peranan
imajinasi dalam proses kreatif penyair, ia menekankan, bahwa bahasa manusia yang terbaik adalah bagian
yang timbul dari renungan atas tindak hati nurani, bagian-bagian yang terbesar
ini yang tidak pernah berkesan dalam kesadaran orang-orang yang buta huruf.
mengungkapkan kebenaran. Puisi juga harus mampu merangsang pembaca. Terungkapnya
hubungan antara sastra dan psikologi dalam karyanya seolah-olah dikukuhkan
melalui penemuan psikoanalisis Sigmund Freud (1856–1939). Bersamaan dengan itu,
C.G Jung (1875–1961) lewat psikologi analitiknya, juga menyinggung masalah
psikologi dalam hubungannya dengan sastra. Baginya, arketipe adalah imaji asli
dari ketidaksadaran, penjelmaan pengalaman yang turun temurun sejak zaman
purba. Penyair adalah manusia kolektif, pembawa, pembentuk dan pembina dari jiwa
manusia yang aktif secara tak sadar. Salah seorang perintis psikologi sastra
yang lain adalah I.A. Richard. Karyanya yang berjudul Principles of Literary
Cristicism (1924) sering digunakan sebagai sumber rujukan tokoh angkatan
sesudahnya. Ia sangat menekankan pentingnya hakikat pengalaman sastra terpadu
(unified nature of literary experience). Tokoh lain yang menonjol adalah Norman
H Holland, sejumlah karyanya antara lain The First Modern Commedies (1959).
2.
Pendektan ( TPS )
Tahap pertama karya sastra dianggap sebagai proyeksi pengarang.
Aspek-aspek emosi yang terdapat dalam karya itu dianggap mewakili emosi-emosi
pengarang.
Tahap kedua karya sastra itu mengandung data-data psikologi.
Kritikus melacak dan mengungkapkan kebenaran teori psikologi yang diterapkan
pengarang menunjukkan persamaan dan memisahkan hubungan antara pengarang dan
karyanya.
Tahap ketiga kritikus berusaha menyelidiki “misi” pengarang yang
terkandung dalam karyanya. Dalam hal ini pembaca dianggap sebagai objek sasaran
pengarang.
3.
Teori Psikologi Sastra
Adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai
aktivitaskejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam
berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tak akan lupa dari
kejiwaan masing-masing.(Kinayati, 2006:241).
Struktur kepribadian menurut Sigmund
Freud terdiri dari tiga sistem yaitu id, (das es), ego (das ich), dan super ego
(das ueber ich). Id adalah aspek biologis yang merupakan sistem asli
dalam kepribadian, dari sini aspek kepribadian yang lain tumbuh dan berfungsi
adalah menghindarkan diri dari ketidaknyamanan dan mengejar kenikmatan.. Ego
adalah adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan
individu untuk berhubungan baik dengan dunia nyata dan berfungsinya ego
berpegang pada prinsip kenyataan
atau realitas. Super ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anaknya lewat perintah-perintah atau larangan-larangan dan fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai dengan moralitas yang berlaku di masyarakat.
atau realitas. Super ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anaknya lewat perintah-perintah atau larangan-larangan dan fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai dengan moralitas yang berlaku di masyarakat.
4.
Prosedur ( TPS )
Dalam bukunya “Tafsir Mimpi”, Freud mengungkapkan salah satu metode
menafsirkan teks sastra. Freud berpendapat bahwa sastra adalah merupakan bagian
dari mimpi. Jadi analisa yang diterapkan dalam sastra adalah seperti
menganalisa orang yang sakit melalui mimpi. Maka dengan demikian
analisa-analisa tersebut meliputi (Rahmani, 2004: 106):
1.
Taksif, yaitu adanya
unsur seperti seseorang, gambar atau ucapan dalam mimpi.
2.
Izahah, yaitu merupakan
suatu rangkaian yang berhubungan dengan inti. Ini suatu perasaan yang terurai
dari bentuk aslinya dan berubah menjadi bentuk lain yang tidak ada hubungannya
dan mudah digambarkan.
3.
Menerima bentuk lain,
mudah dibentuk, jadi berbagai ide yang tidak disadari, bisa berubah menjadi
bentuk-bentuk tertentu. Karena pada dasarnya mimpi merupakan produk visual yang
dianggap oleh si pemimpi sebagai sebuah peristiwa.
4.
Penafsiran, yaitu
menjelaskan makna yang terkandung pada suatu materi.
5.
Asumsi-asumsi tentang karya sastra ( TPS )
Ø Adanya anggapan bahwa karya sastra merupakan produk dari suatu
kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar
setelah jelas baru dituangkan ke dalam bentuk secara sadar. Antara sadar dan
tak sadar selalu mewarnai dalam proses imajinasi pengarang.
Ø Kajian psikologi sastra disamping meneliti perwatakan tokoh secara
psikologis juga aspekaspek pemikiran dan perasaan pengarang ketika menciptakan karya sastra
tersebut.
6.
Kelebihan dan kekurangan ( TPS )
1. Kelebihan Teori Psikologi Sastra:
Pendekatan psikologis sastra ini menpunyai beberapa kelebihan antara lain:
a.
Sangat sesuai untuk mengkaji aspek perwatakan
secara mendalam.
b.
Dengan pendekatan
psikologios ini dapat memberikan umpan balik kepada penulis atau pengarang
tentang masalah perwatakan yang dikembangkannya;
c.
Sangat membantu dalam menganalisis karya
sastra surealis, abstrak, absurd, (dan mungkin yang bersifat fantastik), dan
akhirnya dapat membantu pembaca memahami karya-karya semacam itu.
2. Kelemahan Teori Psikologi Sastra:
Adapun kelemahannya antara lain:
a.
Menuntut kekayaan
pengetahuan, ilmu jiwa psikologi. Kalau tidak, pendekatan ini sukar untuk
dijalankan.
b.
Banyak hal yang
abstrak yang sukar dinalar dan dipecahkan karena keterangan tentang perilaku
dan motif tindakan itu tidak dijelaskan oleh penulis.
c.
Sukar mengetahui
kaitan satu tindakan dengan tindakan lain yang diperlihatkan tokoh karena tokoh
itu sendiri ‘mati’, tidak bisa diwawancarai, sedangkan pengarang-pun seringkali
tidak mau mengomentari karyanya.
d.
Tidak mudah mengetahui apakah pengalaman yang
menimpa tokoh cerita merupakan pengalaman pengarang atau bukan.
e.
Pendekatan ini secara
operasional lebih bisa berjalan apabila pengarang jujur dengan hati nuraninya.
Dalam arti ia memang mengeluarkan segala obsesi yang mengendap di dalam jiwanya
kemudian disalurkan lewat tulisan; tetapi bila pengarang tidak jujur menerapkan
pengalaman batinnya, maka segala macam kajian tentang riwayat hidup pengarang
juga tidak banyak berarti;
f.
Psikoanalisis yang
menjadi basis pendekatan ini sampai sekarang banyak teori yang dikemukakan oleh
Freud – tidak dapat dibuktikan secara saintifik, banyak hal yang sebenarnya
merupakan misteri.
B.
Aplikasi Teori Psikologi Sastra
a.
Pendahuluan
Teori psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya
sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya
dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tak akan lupa
dari kejiwaan masing-masing.(Kinayati, 2006:241).
Dalam kerangkan kerja kecakapan emosi menurut Goldmand terbagi 5
emosi: a. kecakapan diri yaitu kecakapan diri menentukan bagaimana kita
mengelola diri sendiri. b. pengaturan diri yaitu mengelola kondisi, impuls dan
sumberdaya diri sendiri. c. motivasi yaitu kecenderungan emosi yang mengantar
atau memudahkan pencapaian sasaran. d. kecakapan sosial dan empati yaitu
kecakapan ini menentukan bagaimana kita menangani suatu hubungan atau kesadaran
terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain. e. keterampilan
sosial yaitu kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang
lain.
b.
Isi
POTRET MANUSIA MENURUT TEORI EMOTION INTELEGEN GOLDMANT
DALAM SURAT AL-FATIHAH
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ (1) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ (2) الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ (3) مَالِكِ يَوْمِ
الدِّينِ (4) إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) اهْدِنَا الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ
أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ (7)
Karakter
manusia dalam surat Al Fatihah
1.
Kesadaran
diri
Kesadaran emosi: Manusia selalu ragu-ragu atau tidak percaya diri
terhadap apa yang harus ditempuh seperti halnya bayi yang baru lahir, ia belum
tahu apa-apa dan ia selalu bergantung dengan ibunya.
Dikala setiap melakukan sesuatu manusia sudah berfikir tentang
efeknya, baik atau buruk itu sudah pasti.
Didalam surat al-fatihah, manusia diberi petunjuk jalan kehidupan
yang lurus agar hidupnya benar sesuai dengan aturan
اهْدِنَا الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ
2.
Pengaturan
diri
Ø Kendali diri: manusia harus menjaga sifat-sifatnya yang membuat
mereka sesat.
Ø Sifat dapat dipercaya: yang harus dilakukan adalah murah hati,
selalu member dan saling mengasihi.
Ø Kehati-hatian: jauhi sikap kecerobohan yang membuat mereka dikutuk
dan disesatkan.
Ø Adatabilitas: jika manusia ingin punya kenikmatan maka mereka harus
mengikuti orang-orang yang telah diberikan kenikmatan.
3.
Motivasi
Ø Dorongan prestasi: kenikmatan dunia akhirat
Ø Komitmen: tetap berada pada jalan yang lurus (jalan-Nya).
Ø Inisiatif: meluangkan waktu untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya.
Ø Optimis: mengoptimalkan kenikmatan yang telah diberikan kepada kita
berupa kesehatan dll dengan mensyukuri dan digunakan dengan sebaik mungkin
untuk beribadah kepada-Nya untuk menuju surge-Nya.
4.
Empati
Ø Memahami orang lain: bahwa petunjuk jalan yang lurus adalah bagi
orang islam yang beriman.
Ø Mengembangkan orang lain: mendorong manusia untuk selalu disiplin
beribadah kepada-Nya.
Ø Orientasi pelayanan: mengantisipasi jalan keburukan dengan takut
pada kemungkaran Allah, dan akan diberi nikmat bagi orang-orang yang beriman.
Ø Memanfaatkan keragaman: dengan selalu beribadah dan taat kepada
Allah maka kita akan mendapatkan suatu pertolongan.
Ø Kesadaran politis.
c.
Kesimpulan
Bahwasannya potret manusia dalam surat ini banyak yang mengandung
kecakapan emosi yang berisi macam-macam karakter. Memang tidak bisa dipungkiri
lagi bahwa kenikmatan Allah yang diberikan kepada kita sangatlah luar bisa,
akan tetapi manusia tidak pernah mensyukuri atas nikmat tersebut, bahkan ada
yang mencacimaki Tuhannya karena doanya tidak dikabulkan, bukannya doa itu
tidak dikabulkan, hanya saja manusia itu belum berusaha tapi sudah mengeluh
terlebih dahulu. Maka kita semua banyak-banyak berdoa dan taat pada
perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya untuk mendapatkan jalan yang lurus
menuju surganya Allah SWT.